Wednesday, October 22, 2008

Bab Fiqh : Hukum Gambar

Topic yang saya pilih kali ini adalah tentang hukum gambar, mungkin di kalangan orang awam hukum bergambar ini tidak ada masalah apa2 , tapi bagaimana hukum bergambar ini di kalangan `ulama ? `ulama adalah pewaris nabi dan apa yang mereka perkatakan sebaik nya kita ambil berat , tapi tentu saja dengan syarat `ulama tersebut adalah `ulama rabbani , yang memang kita kenal manhaj dan aqidah nya dengan baik .
tulisan ini merupakan penjelasan dari ku untuk seorang sahabat yang ku anggap sebagai adik, semoga artikel ini bermanfaat bagi diri nya, dan bagi diriku serta bagi siapa saja yang berminat untuk membacanya ...

Alhamdulillah.... Segala puji bagi Allah Ta’ala yang telah memberikan karunia nya yang banyak kepada kita dan sudah selayak nya kita sebagai hamba-Nya bersyukur atas segala nikmat2 yang telah allah berikan , sholawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan dan qudwah kita Muhammad bin Abdillah, serta keluarga dan shahabat baginda serta orang-orang yang selalu istiqomah dan komitmen meniti jejak dan jalan baginda hingga hari kiamat. amma ba`du

Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan dalam beberapa sabda baginda, sama ada yang tertulis dalam Sunan, Musnad dan ash-Shahihah yang menunjukkan diharamkannya gambar makhluk yang bernyawa, sama ada berwujud manusia atau selainnya. Sehingga kita dianjurkan dan diperintahkan untuk memusnahkan gambar-gambar tersebut bahkan para tukang gambarnya mendapatkan laknat dan mereka termasuk seberat-berat manusia yang akan mendapatkan siksa pada hari kiamat kelak.

gambar dalam pengertian pada kitab-kitab hadits tersebut, adalah gambar dalam makna melukis dengan tangan, sehingga gambar dalam makna fotografi yang ada saat ini, menjadi hal yang diperselisihkan disisi para `ulama , Dan untuk lebih jelasnya, saya cuba jelaskan permasalahan ini secara terperinci berkaitan tentang hakikat dan hukum gambar yang sebenarnya (yang diharamkan dan yang diperbolehkan) berdasarkan dalil-dalil yang shohih dan juga dari pendapat sebagian Ulama tentang masalah ini. Insya Alloh .

HAKIKAT GAMBAR

Pada hakikatnya menggambar itu terbagi menjadi dua bentuk:

1.Gambar dengan tangan (melukis), yaitu seseorang dengan keahlian tangan dan inspirasinya menggambar atau melukis dengan memakai alat-alat lukis, sama ada yang dilukisnya itu dalam bentuk makhluk hidup yang bernyawa ataupun selainnya.

2.Gambar dengan alat ( fotografi/kamera ), yaitu seseorang dengan memakai kecanggihan teknologi (kamera) ataupun handphone yang bercamera untuk memindahkan media yang dinginkan menjadi sebuah gambar, baik media tersebut dalam bentuk makhluk hidup bernyawa atau selainnya. (dan dalam hal ini telah terjadi fitnah yang besar akibat adanya handphone2 berkamera, allahu musta`an)

HUKUM GAMBAR

Sebelum pembahasan tentang hukum gambar sebenarnya dalam timbangan syara’, maka perlu diketahui dan dipahami bahwa gambar berdasarkan hukumnya boleh terbagi menjadi dua bagian :
1.Gambar yang tidak bernyawa Seperti gunung, sungai, matahari, bulan dan pepohonan atau benda mati yang lain. Maka yang demikian tidak terlarang menurut mayoriti Ulama, meskipun ada yang berpendapat tidak bolehnya menggambar sesuatu yang berbuah dan tumbuh seperti pohon, tumbuh-tumbuhan dan semacamnya, namun pendapat ini lemah.

2.Gambar yang bernyawa
Menggambar semacam ini terbagi menjadi dua bentuk :
1. Menggambar dengan tangan (melukis), maka yang seperti ini terlarang dan hukumnya haram. Dan perbuatan yang demikian termasuk salah satu dari dosa-dosa besar. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam yang telah memberikan peringatan dan ancaman keras sebagaimana yang terdapat dalam beberapa hadits di bawah ini :

1.Riwayat Abu Hurairah : beliau mendengar Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman: Dan siapa yang lebih celaka daripada orang yang menciptakan ciptaan seperti ciptaan-Ku, maka hendaklah mereka ciptakan sebutir jagung, biji-bijian dan gandum (pada hari kiamat kelak).” (H.R Bukhori dan Muslim)

2.Riwayat ‘Aisyah : Bahwa Rasulullah Shallallohu alaihi wa sallam bersabda, “Seberat-berat manusia yang teradzab pada hari kiamat adalah orang-orang yang ingin menyerupai ciptaan Allah.” ( H.R Bukhori dan Muslim ).

3.Riwayat Ibnu Abbas: Artinya, “Setiap pelukis berada dalam neraka, dijadikan kepadanya setiap apa yang dilukis/digambar bernyawa dan mengadzabnya dalam neraka Jahannam.” (H.R Muslim).

Dan menggambar (melukis) yang dimaksud pada beberapa hadits di atas adalah menggambar dengan tangan, yaitu seseorang dengan keahlian dan inspirasinya serta imajinasinya memindahkan sebuah gambar ke dalam kanvas dengan tangannya sampai kemudian sempurna menyerupai ciptaan Allah Ta’ala, karena dia berusaha memulai sebagaimana Allah Ta’ala memulai, dan menciptakan sebagaimana Alloh Ta’ala menciptakan. Dan meskipun tidak ada niatan sebagai upaya penyerupaan, namun suatu hukum akan berlaku apabila tergantung atas sifatnya. Maka manakala terdapat sifat, terdapat pula hukum, dan seorang pelukis gambar apabila melukis/menggambar sesuatu maka penyerupaan itu ada (terjadi) walaupun tidak diniatkan. Dan seorang pelukis pada umumnya tidak akan bisa terlepas dari apa yang diniatkan sebagai penyerupaan, dan ketika apa yang digambar itu hasilnya lebih baik dan memuaskan maka seorang pelukis akan bangga dengannya. Dan penyerupaan akan terjadi hanya dengan apa yang dia gambar, baik dikehendakinya atau tidak. Karena itulah ketika seseorang melakukan perbuatan yang menyerupai perbuatan orang lain, maka kita akan berkata: “Sesungguhnya perbuatan ini menyerupai perbuatan itu, walaupun yang melakukan tidak bermaksud menyerupai.“

2.Menggambar dengan menggunakan selain tangan, seperti menggambar dengan kamera (fotografi), yang dengannya sesuatu ciptaan Alloh Ta’ala bisa berubah menjadi sebuah gambar, dan orang yang melakukannya tanpa melakukan sesuatu kecuali mengaktifkan alat kamera tersebut yang kemudian menghasilkan sebuah gambar pada sebuah kertas.Maka bentuk menggambar semacam ini, di dalamnya terdapat permasalahan diantara para Ulama’, karena yang demikian tidak pernah ada dan terjadi pada jaman Rasulullah Shollallohu ‘alaihi wa sallam, khulafa’ur Rosyidin, dan Ulama terdahulu dari kalangan as-Salaf. Sehinga Ulama setelah mereka berbeza pendapat dalam menyikapinya:

1.Sebagian dari mereka mengatakan tidak boleh, dan hal ini sebagaimana menggambar dengan tangan berdasarkan keumuman lafadz (secara uruf/kebiasaan).

2.Sebagian dari mereka membolehkan, karena secara makna bahwa mengambar dengan memakai alat kamera tidak seperti perbuatan pelukis yang dengannya ada penyerupaan terhadap ciptaan Alloh Ta’ala.

Dan pendapat yang mengatakan diharamkannya menggambar dengan memakai alat kamera lebih berhati-hati, sementara pendapat yang mengatakan halalnya lebih sesuai dengan kaidah yang ada.

Akan tetapi mereka yang mengatakan halal ini mensyaratkan agar gambar yang dihasilkan tidak merupakan perkara yang haram seperti gambar wanita (bukan mahram), atau gambar seseorang dengan maksud untuk digantungkan dalam kamar untuk mengingatnya (sebagai pajangan), atau gambar yang tersimpan dalam album untuk dinikmati dan diingat. Maka yang demikian haram hukumnya karena mengambil gambar dengan alat kamera dan menikmatinya dengan maksud selain untuk dihina dan dilecehkan haram menurut sebagian besar Ulama sebagaimana yang demikian telah dijelaskan dalam as-Sunnah as-Shohihah.

Adapun terhadap gambar (foto) yang digunakan untuk tujuan dan kepentingan tertentu, seperti foto untuk IC, Pasport, Lesen Memandu, dan kegiatan yang dengannya diminta sebagai bukti (contoh nya gambar untuk mencari penjenayah) kegiatan maka yang demikian tidaklah terlarang.

Sementara foto kenangan, seperti pernikahan, dan acara-acara selainnya yang dengannya untuk dinikmati tanpa ada kepentingan yang jelas maka hukumnya haram. Sebagaimana sabda Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam saat menjelaskan bahwa para malaikat tidak akan masuk rumah yang di dalamnya ada gambar. Dan bagi siapa saja yang memiliki foto-foto demikian agar memusnahkannya, sehingga kita tidak berdosa kerana gambar-gambar tersebut.
(dalam hal ini saya memohon ampun kepada allah, ketika saya berkahwin dimedan memang saya tidak membenarkan untuk di ambil gambar pernikahan saya, dan ketika majlis pernikahan berlangsung di rumah mertua, saya tidak mampu menghalang mereka untuk mengambil gambar2 perkahwinan saya, tp saya sendiri memang tidak ada menyimpan gambar perkahwinan saya, abang ipar saya memberikan satu cd gbr2 perkahwinan saya, dan kemudian cd itu dah hilang sebab memang saya xpernah ambil peduli, semoga allah mengampuni dosa saya)

HUKUM MELIHAT GAMBAR

Adapun hukum melihat gambar yang terdapat dalam majalah, surat khabar, TV (termasuk internet karena pada dasarnya dapat disebut majalah elektronik) secara terperinci sebagai berikut:

1.Gambar Manusia
Jika yang dilihat gambar manusia dengan maksud untuk kenikmatan dan kepuasan maka yang demikian haram hukumnya, dan jika bukan dalam tujuan itu yang dengan melihatnya tidak dengan tujuan kepuasaan atau kenikmatan, hati dan syahwatnya tidak tergerak karena hal itu, maka tidak apa-apa. Dan hal inipun dengan syarat terhadap mereka yang halal untuk dilihat, seperti laki-laki melihat laki-laki, dan wanita melihat wanita menurut pendapat yang kuat hal ini tidak terlarang dengan syarat sesuai dengan keperluan (seperlunya) bukan semata-mata kerana menginginkan gambar itu.

Dan jika yang dilihat adalah mereka yang tidak halal untuk dilihat, seperti laki-laki melihat wanita (bukan mahram), maka hukum tentang hal ini masih samar dan meragukan namun pendapat yang berhati-hati adalah tidak melihatnya karena khawatir terjadi fitnah

sabda Baginda Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud Rodhiallohu anhu :“Janganlah seorang wanita tidur bersama dalam satu selimut (bersentuhan tubuh) dengan wanita yang lain sehingga dia menceritakan sifatnya kepada suaminya seolah-olah melihat wanita tersebut.“ (HR.Bukhori ).

Untuk menghindari kesalahpahaman seakan laki-laki boleh melihat gambar sekalipun gambar wanita asing, maka hal ini perlu dirinci lebih lanjut, yaitu:Jika yang dilihat adalah wanita tertentu (secara khusus/pribadi karena sudah dikenal atau diidolakan) dengan tujuan menikmati dan untuk kepuasan syahwat, maka hukumnya haram karena ketika itu jiwanya sudah tertarik padanya dan terus memandang, bahkan bisa menimbulkan fitnah besar.
Dan jika tidak demikian, dalam artian hanya sekedar melihat tanpa ada perasaan apa-apa dan tidak membuatnya memperhatikan dengan saksama, maka pengharaman terhadap hal seperti ini perlu diberi catatan dulu, karena menyamakan melihat sekilas dengan melihat secara hakiki tidaklah tepat karena adanya perbedaan dari keduanya amat besar, akan tetapi sikap yang utama adalah menghindari karena hal itu menuntun seseorang untuk meilihat dan selanjutnya mengamat-amati, kemudian menikmati dengan syahwat.

2.Gambar selain manusia,
maka tidak apa-apa melihatnya selama ia tidak bermaksud untuk memilikinya.

demikianlah yang dapat saya nukilkan dari penjelasan Syaikh Muhammad Bin Sholih al-Utsaimîn di dalam kitab nya Majmû’ Fatâwa Wa Rasâ`il oleh Fahd Bin Nâshir Bin Ibrohim as-Sulaiman.

wallahu ta`ala `alam

No comments:

Post a Comment